Rabu, 27 April 2011

FILSAFAT MATEMATIKA DAN FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

Munculnya matematika dalam kehidupan sehari-hari dari fenomena alam, sedangkan munculnya noumena dalam kehidupan sehari-hari dari fenomena matematika. Fenomena sehari-hari dulu kala adalah peradaban manusia, seperti Mesopotamia, Babilonia, Mesir Kuno, India, dan China. Salah satunya Yunani mulai memikirkan matematika sehari-hari dilakukan dengan abstraksi atau idealisasi sehingga diperoleh bukti. Ide yang berupa rumus berlaku tetap seperti yang kita kenal sampai sekarang ini Pythagoras dengan Theorema Pythagoras. Mereka telah memasuki alam transenden atau alam berpikirnya manusia meliputi tetap oleh Permenides dan berubah atau tidak tetap oleh Heraclitos sehingga mereka mempelajari apa yang ada di alam. Yang tetap hukumnya identitas (tunggal/absolute/koheren), sedangkan yang berubah hukumnya kontradiksi (plural/relative/korespondensi). Berubah karena terikat oleh ruang dan waktu. Seperti system struktur bangunan yang dibangun atas pondamen oleh kaum pondamentalism, sedangkan yang lain oleh intuisianism yang berarti tanpa meletakkan dasar dalam melakukan sesuatu.            
Matematika dari Pondalism yang tunggal, dual, multi, dan pluralism memiliki sifat absolute dan relative. Disamping itu ada kegiatan hermenitika atau menterjemahkan secara ekstensi (luas seluas luasnya) dan intensi (dalam sedalam dalamnya). Selain itu, filsafat meliputi epistemology, ontology, dan aksiologi. Dalam filsafat, gambar merupakan fenomena, sedangkan pemikiran merupakan noumena. Menurut pandangan Hilbert ada fondamentalis, formalis, dan aksiomatis yang bersifat tunggal/pasif/konsisten. Absolute, identitas, koheren, tunggal, dan konsisten dalam ranah pikiran manusia/trnsenden/noumena terbebas oleh ruang dan waktu. Seperti UGM, ITB, UI, IPB menghasilkan matematikawan. Selama masih masih ada UN maka pendidikan matematika tidak akan baik, karena masih dikuasai UGM, ITB, UI, IPB. Kita (UNY, sekolah/siswa) yang kontradiktif, relative, plural, dan korespondensi belum sadar, masih tergabung pada penguasa UN. Jika tidak benar paham tersebut, maka harus ada revolusi pendidikan dengan adanya SK Presiden, meskipun tidak harus dikirim sehingga terlihat kejelasannya antara absolute oleh pure mathematic dan konstruktivis serta socio oleh mathematic education.
Teorinya secara realistic hal yang paling mendasar adalah fisik/benda konkrit meliputi SD, kemudian di atasnya lagi adalah skema meliputi SD/SMP, lalu yang lebih tinggi lagi model meliputi SMP/SMA, dan yang tertinggi tingkatannya adalah abstrak/formal meliputi SMA/PT. Dimana fisik dan skema bersifat horizontal, sedangkan model dan abstraksi/formal bersifat vertical. Sebagai contoh, anak SD mengenal benda konkrit, sedangkan PT mengenal pembuktian. Selain itu, mengenal hakekat bilangan 2, bagaimana memahami bilangan 2, kemudian contohnya dan tidak harus definisi. Contoh: kakimu 2 ketika engkau tidak tidur. Dalam elegy menggapai hakekat disebutkan bahwasannya meletakkan kesadaran di depan hakekat apa yang kita cari dan didefinisikan berdasarkan pengalaman setiap orang. Contoh: 2+3 merupakan kuantitas sehingga ada konsep membilang serta menghitung. 2 adalah potensi dan 3 juga adalah potensi sehingga dengan adanya proses 2 + 3 akan menghasilkan suatu hasil/fakta. Seperti halnya dengan theorem Pythagoras, bahwa ada suatu segitiga siku-siku yang mempunyai sisi a, b, dan c yang merupakan potensi sehingga dengan proses a2, b2, dan c2 didapatkan hasil berupa a2 = b2 + c2. Oleh karena itu, matematika dapat dipandang sebagai potensi, proses, dan hasil. Proses menjumlahkan, maka hasilnya adalah jumlah. Yang tampak misalnya diferensial adalah proses, maka derivative adalah product. Contoh: abstraksi menurut Gestalt, secara induksi ada sebuah titik akan menjadi suatu garis lalu menjadi segiempat dan membentuk kubus. Sedangkan secara deduksi umumnya ada kubus menjadi segiempat lalu garis dan yang lebih detail lagi menjadi sebuah titik. Untuk tingkat SD dan SMP kondisi semacam ini dengan alat peraga, karena mereka belum memikirkan abstraksi. Akan tetapi menggunakan alat peraga belum tentu mengembangkan skema kognisinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar