Senin, 20 Juni 2011

PENERAPAN FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DALAM KONTEKS KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

A. Penyusunan Persiapan Pembelajaran Matematika Berkaitan dengan Filsafat Pendidikan Matematika sesuai KTSP
Hal pertama yang dilakukan oleh pihak satuan pendidikan untuk menerapkan Filsafat Pendidikan dalam KTSP adalah harus mempersiapkan pengembangan komponen KTSP, yang mencakup: Visi dan Misi, Tujuan Pendidikan Satuan Pendidikan, Menyusun Kalender Pendidikan, Struktur Muatan KTSP, Silabus , dan RPP.
Selanjutnya yang harus dipersiapkan oleh setiap pendidik untuk menerapkan filsafat pendidikan matematika adalah membuat persiapan. Persiapan tersebut mencakup semua hal yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajatran matematika sesuai tujuan yang sudah ditentukan. Setiap pendidik harus dapat membuat silabus pembelajaran. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Fil;safat Pendidikan matematika menjadi landasan dalam penyusunan silabus, dan secara terpadu meljadi landasan pendidikan dan pengajaran matematika secara utuh.

B Prinsip Pengembangan Silabus Matematika
1. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
2. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik.
3. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
4. Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.
5. Memadai
Cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
6. Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
7. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.
8. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

C. Unit Waktu Silabus Matematika
1. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
2. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang sekelompok.
3. Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum. Bagi SMK/MAK menggunakan penggalan silabus berdasarkan satuan kompetensi.

D. Pengembangan Silabus
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendikan.
1. Disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang bersangkutan mampu mengenali karakteristik peserta didik, kondisi sekolah/madrasah dan lingkungannya.
2. Apabila guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah/madrasah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah/madrasah tersebut.
3. Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai dengan kelas VI, menyusun silabus secara bersama. Di SMP/MTs untuk mata pelajaran IPA dan IPS terpadu disusun secara bersama oleh guru yang terkait.
4. Sekolah/Madrasah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah-sekolah/madrasah-madrasah lain melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah/madrasah-madrasah dalam lingkup MGMP/PKG setempat.
5. Dinas Pendidikan/Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing.

E. Langkah-langkah Pengembangan Silabus
1. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi, dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di Standar Isi
2. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran
3. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran.
2. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan:
1. potensi peserta didik;
2. relevansi dengan karakteristik daerah;
3. tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;
4. kebermanfaatan bagi peserta didik;
5. struktur keilmuan;
6. aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
7. relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan
8. alokasi waktu.

3. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
1. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
1. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran.
2. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.

4. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

5. Penentuan Jenis Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian:
1. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
2. Penilaian menggunakan acuan kriteria, yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
3. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik.
4. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
5. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.

6. Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.

7. Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

Hal-hal yang Perlu diperhatikan dalam Pengembangan Silabus
1. Ruang lingkup mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SMA/MA meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
1. Logika
2. Aljabar
3. Geometri
4. Trigonometri
5. Kalkulus
6. Statistika dan Peluang.
2. Pengembangan silabus mata pelajaran matematika lebih diarahkan \kepada:
i. pemahaman konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
ii. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
1. Pada kegiatan pembelajaran yang ada di silabus, siswa dituntut untuk terlibat secara lebih aktif dan guru sebagai fasilitator.
2. Kegiatan pembelajaran yang diarahkan pada ciri khas kedaerahan disesuaikan dengan ciri daerah setempat.
3. Alokasi waktu yang ada dalam silabus disesuaikan dengan situasi dan kondisi kegiatan belajar mengajar di sekolah masing-masing.
4. Pengembangan kompetensi dasar ke dalam indikator sangat tergantung pada materi dan kegiatan pembelajaran serta kreatifitas guru.
5. Contoh Pengembangan Silabus ini dirancang untuk siswa yang berkemampuan rata-rata. Satuan pendidikan dapat mengembangkan silabus dengan standar yang lebih tinggi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan satuan pendidikan.

Bagaimana KTSP dihubungkan dengan adanya UN (Ujian Nasional) yang diselenggarakan pemerintah sebagai penentu Kelulusan siswa.
Di Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dibuat sesuai kreativitas guru, dan kondisi muatan lokal sangat kontradiktif dengan penyelenggaraan ujian nasional (UN). berkualitas. Prinsip UN yang sentralistik, justru menghambat otonomi sekolah dalam mengembangkan kurikulumnya.
Hal itu dikemukakan pakar pendidikan dari Universitas Atma Jaya Jakarta M Marcellino PhD, dalam percakapan dengan Pembaruan, di Jakarta, Jumat (23/2). Menurut dia, KTSP merupakan paradigma baru dalam dunia pendidikan dan memberi tempat pada demokratisasi untuk penentuan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan konteks komunitas di mana sekolah berada, konteks finansial, SDM, dan sebagainya dari sekolah yang bersangkutan.
KTSP juga menyesuaikan dengan konteks kultural di mana sekolah itu berada dalam komunitas tersebut. “Atas dasar ini, bobot mutu pendidikan yang direalisasikan pada suatu mata pelajaran tertentu, dari satu sekolah tertentu dengan kondisi finansial tertentu akan berbeda dengan sekolah lain di daerah lain dengan kondisi finansial yang lain pula,” katanya.
Kontradiksi antara KTSP dan UN, menurut Marcellino, menunjukkan bahwa KTSP digarap secara kurang integral. KTSP sangat berorientasi pada sekolah, sementara UN sentralistik.
KTSP hanya memuat dua kolom, yakni kolom standar kompetensi dan kompetensi dasar. Apalagi berbeda dengan Kurikulum 1994 atau Kurikulum 2004 yang masih memuat materi pokok yang akan diajarkan guru.
“Konsekuensinya, materi pokok yang dikembangkan sekolah sangat beragam. Perbedaan materi mungkin terjadi antarsekolah yang berada dalam satu desa, baik muatan maupun kedalaman materinya. Di sisi lain, butir soal UN mengukur muatan tertentu dan kedalaman materi yang sama di seluruh Indonesia,” katanya.
Dia mengatakan, menyusun soal UN yang merangkum berbagai perbedaan muatan dan kedalaman materi sehingga menjadi paket tes yang reliable, valid, dan adil sangat sulit. Oleh sebab itu, perlu mereformasi berbagai kebijakan pelaksanaan UN yang sejalan dengan KTSP.
Marcellino menerangkan, UN memberi makna standarisasi mutu pendidikan nasional yang nota bene berasal dari sekolah-sekolah yang mutunya secara signifikan berbeda-beda. Dia mencontohkan, sekolah di Maumere, Poso, atau di Papua, pada umumnya tentu memiliki perbedaan signifikan dari segi mutu bila dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang ada di Jakarta.
“Sekolah yang dekat dengan pusat administrasi negara tentunya memperoleh informasi dengan sangat mudah dan bantuan pendidikan pun dengan mudah,” katanya.
Dijelaskan, Peraturan Mendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan dan UU No 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan/SKL) menginisiasi kurikulum tingkat satuan pendidikan atau KTSP di Indonesia. “Alih-alih mereformasi KTSP, sekadar kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di mana pedoman dan alat ukur keberhasilannya tetap sentralistik. Berarti, secara substansial nuansa reformasi kurikulum tidak mampu memaknai otonomi pendidikan yang sebenarnya,” ujarnya.
Sudah rahasia umum, katanya, pendidikan keguruan di negeri ini tidak pernah menyiapkan guru dan sekolah menjadi pengembang kurikulum. Sementara dalam KTSP, guru harus mampu menafsirkan standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi indikator dan materi pembelajaran, sekaligus menentukan sendiri metodologi didaktisnya agar tercipta harmonisasi pembelajaran yang efektif dan efisien.

Kerdil Kreativitas
Marcellino menambahkan, lebih berbahaya lagi jika sekolah akhirnya menjiplak panduan yang ditawarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Tujuan mulia KTSP pada akhirnya hanya akan melahirkan sekolah-sekolah instan, dan kerdil kreativitas.
Dikatakan, semua pihak sebaiknya juga mendukung usaha pemerintah untuk mendapatkan standardisasi pendidikan nasional. Hanya saja, perlu pembenahan-pembenahan terdahulu untuk sekolah-sekolah yang belum maju dan berada jauh dari sentra administrasi negara.
Sekolah-sekolah yang dianggap sudah memenuhi kriteria untuk standarisasi pendidikan nasional dapat memulai UN secara serentak. Namun, adalah kurang bijak bila sekolah-sekolah yang belum siap harus ikut UN juga.
Berbicara tentang mutu pendidikan, kata Marcellino, berbeda dengan pembicaraan mutu produk suatu industri. Dalam pendidikan dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk dapat mengetahui mutu dan kualifikasi lulusan.
”Mendorong semua sekolah di Tanah Air tanpa pandang bulu untuk ikut UN secara serentak tanpa memperhatikan kualifikasi SDM sekolah tersebut, fasilitas yang ada, dan sebagainya merupakan kebijakan yang kurang bijak,” katanya mengingatkan.

Terus Dikaji
Ditemui terpisah, Ketua Badan Standar Pendidikan Nasional Pendidikan (BSNP) Yunan Yusuf mengatakan, KTSP akan terus dikaji dan diharapkan pada 2009 semua sekolah sudah mampu menerapkannya. Untuk UN, akan disesuaikan dengan materi-materi pelajaran KTSP.
Dia menegaskan, UN masih relevan sebagai alat ukur pencapaian kualitas pendidikan nasional. Karena itu, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak mengadakan UN. “Meski UN menuai banyak kritik, namun pada kenyataannya UN merupakan faktor penting dalam menilai standar pendidikan nasional, sehingga UN tetap dilaksanakan,” katanya.
Untuk menepis keraguan banyak pihak mengenai kualitas UN, Yunan menerangkan, BSNP telah melakukan sejumlah kajian. Salah satunya adalah peningkatan kualitas soal UN dan adanya tim pemantau UN yang independen. “Tim pemantau sekaligus pengawas ini terdiri dari para dosen,” katanya.
Menyinggung apakah UN masih relevan diberlakukan di sekolah, dia menegaskan hasil kajian tim BSNP, UN masih sangat relevan diberlakukan. “Ini jelas-jelas untuk pemetaan kualitas pendidikan nasional. Kami juga telah membahas urgensi UN dengan berbagai nara sumber dan tim ahli pendidikan. Karena itu, guna meningkatkan kualitas pendidikan, ada berbagai standar yang harus dipenuhi. Misalnya, soal-soal yang berkualitas dan melibatkan tim pengawas yang independen. Masyarakat bahkan bisa memantaunya melalui situs BSNP. Di situ ada pemetaan kualitas sekolah,” katanya.

F. KESIMPULAN
Jean Piaget dalam Gardner (1993) menjelaskan teorinya mengenai perkembagan kognitif manusia. Psikologi Perkembangan Kognitif berakar dari Teori Kognisi, dan membicarakan perubahan-perubahan yang terjadi. Psikologi Perkembangan membicarakan perkembangan psikologis manusia, yang pada hakekatnya adalah tentang perubahan tingkah laku individu sepanjang masa hidup.
Menurut Psikologi Kognitif, aktivitas mental yang melibatkan perolehan, penyimpanan, pencarian dan penggunaan pengetahuan mencakup persepsi, memori, daya bayang, bahasa, penyelesaian masalah, reasoning dan membuat keputusan. Perkembangan Kognitif adalah perkembangan dari berbagai proses berpikir dan kemampuan intelektual termasuk atensi, memori, akademis dan pengetahuan sehari-hari, problem solving, daya bayang, kreativitas dan kemampuan manusia yang unik untuk mewakili dunia melalui bahasa. Perkembangan emosi dan sosial adalah perkembangan dari komunikasi emosional, pengertian diri, kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan, pengetahuan tentang orang lain, interpersonal skills, pertemanan, hubungan-hubungan intim, moral reasoning dan perilaku.
Piaget membicarakan tahapan perkembangan kognitif yang meliputi: 1) sensori motor, 2) pre-operational, 3) concrete operational, 4) formal operational.
Ada 3 isu penting yang berhubungan dengan studi bidang ini, yaitu : 1) isu nature vs nurture, 2) isu experience vs maturation, 3) isu kompetensi vs performance.
Menerapkan Filsafat Pendidikan dalam KTSP adalah harus mempersiapkan pengembangan komponen KTSP, yang mencakup: Visi dan Misi, Tujuan Pendidikan Satuan Pendidikan, Menyusun Kalender Pendidikan, Struktur Muatan KTSP, Silabus , dan RPP.
Sementara dalam KTSP, guru harus mampu menafsirkan standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi indikator dan materi pembelajaran, sekaligus menentukan sendiri metodologi didaktisnya agar tercipta harmonisasi pembelajaran yang efektif dan efisien.
KTSP akan terus dikaji dan diharapkan pada 2009 semua sekolah sudah mampu menerapkannya. Untuk UN, akan disesuaikan dengan materi-materi pelajaran KTSP
UN masih relevan sebagai alat ukur pencapaian kualitas pendidikan nasional.


Sumber:
http://imeldawildan.wordpress.com/2009/11/25/penerapan-filsafat-pendidikan-matematika-di-indonesia-dalam-konteks-ktsp/